Oleh: Syafrudin Prawiranegara
Sekretaris PW MABMI KBB
Ini angka mengerikan dalam kisah seorang Julius Caesar. Penguasa legendaris Romawi, yang menaklukkan Galia (Prancis dan Belgia sekarang) itu, ditemukan mati dengan 23 tusukan di tubuhnya. Catatan sejarah Romawi, menyebutkan penikaman dilakukan oleh para senator. Di gedung senat. Pada 15 Maret 44 SM. Salah satunya oleh Brutus, yang sudah dianggap Caesar sebagai anak sendiri.
Alasan penyebab, rasanya tak penting-penting amat bagi rakyat. Apalagi saat itu rakyat sedang dalam masa kemakmuran.
Namun bagi elite politik, dalam hal ini para senator, apa yang diputuskan Caesar ini berbahaya bagi Republik: Caesar menetapkan dirinya menjadi penguasa seumur hidup. Artinya, mengubah sistem republik menjadi kerajaan.
Senat yang tampak berpikir pendek, terlihat kehabisan kata-kata dan cara untuk membatalkan keinginan Julius Caesar, merasa akan mendapat dukungan rakyat dengan pembunuhan kejam itu.
Nyatanya rakyat menyambut dingin kegembiraan (semu) senat, bahkan rakyat merasa kehilangan induk mereka. Betapa tidak?
Bertahun-tahun Roma, ibukota Romawi, chaos karena ketiadaan pimpinan. Pompey, Konsul (pemegang otoritas) Roma yang mestinya bertanggung jawab atas krisis ekonomi yang melanda, malah meninggalkan kota bersama senat pada masanya, dengan tujuan Yunani.
Karena apa? Karena sengaja menjebak Julius Caesar yang dalam perjalanan pulang dari perang, untuk masuk kota dan mengambil alih situasi. Bersamaan dengan itu, di Yunani kelak, Pompey cs membangun kekuatan militer, untuk di kemudian hari balik ke Roma menggempur Caesar.
Namun Caesar yang geram kepada Pompey karena ulahnya yang tidak bertanggung jawab, memilih melintasi sungai Rubicon (sekarang jadi nama merk mobil mewah), mengejar Pompey, walau kemudian harus menyeberangi laut, ke Yunani.
Singkat cerita, Pompey kalah dalam perang di Yunani yang terkenal dengan nama: perang Pharsalus. Ia melarikan diri ke Mesir, namun di sini lehernya digorok oleh Ptolomey XIII (adik Cleopatra). Sementara itu, pasukannya yang tersisa di Phartalus diberikan sanksi oleh Caesar, kecuali Brutus. Anak muda ini tak ada hubungan darah dengan Caesar. Tapi Brutus adalah anak dari wanita “simpanan” Caesar.
Balik ke Roma, Caesar dihadapkan pada masalah kelaparan, kerusuhan, kriminalitas yang tinggi, dan sebagainya. Namun ia bisa mengatasi itu semua. Bahkan membalikkan keadaan rakyat. Ibarat sepakbola, tertinggal 0-1, berbalik unggul 2-1. Atau seperti dalam tulisan Depati Marwan (Ketua MABMI KBB) berjudul Sepakbola Birokrasi Kepulauan Bangka Belitung: dari 1-4, menjadi 16-5.
Kalau sudah ada lembaga survey saat itu, akan ditemukanlah “Approval Rating” yang tinggi dari rakyat kepada Caesar. Mungkin 90%.
“Mengancam Republik” dengan demikian sangat bisa dibaca sebagai alasan untuk membungkus kepentingan pribadi para senator belaka, khususnya Brutus yang ambisius, yang merasa layak dan sudah tiba saatnya menjadi penguasa Romawi. Padahal, tentu tak ada apa-apanya ia dibanding Caesar. Faktanya kemudian terlihat, saat Julius Caesar tiada. Brutus tak mampu membendung kerusuhan massa. Roma kembali chaos. Brutus diburu-buru. Ketika tertangkap, ia justru memilih bunuh diri.
23, maksudnya 23 kali, adalah angka yang selalu disebut dalam kisah yang agak lengkap dalam tragedi pembunuhan Julius Cesar.
Bagi warga masyarakat dan pemerintah Provinsi KBB hari-hari ini, 23 adalah angka yang disebut-sebut juga , sebab sudah seusia ini KBB berdiri.
Masalahnya, jika 23 dalam tragedi Julius Caesar adalah simbol dari “kecupetan berpikir” para senator Romawi, bagaimana dengan 23 pada HUT KBB tahun ini? Apakah menyimbolkan “kecepatan dan kecanggihan berpikir” para “Wakil Rakyat”-nya?
Tentu, hanya warga KBB sendiri yang bisa merasakan, untuk kemudian menentukan pilihannya di 14 Februari mendatang. Membiarkan mereka tetap menduduki kursi DPRD, ataukah menggantikan mereka. Sebagian atau seluruhnya.
Wallahu a’lam
Solum Nati Sumus Non Nobis (Kita terlahir bukan untuk diri kita sendiri)
Salam angka 23!.