BANGKA BELITUNG, SEPUTARINDONESIA– Didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan yang dijelaskan pada Pasal 48 mengamanatkan bahwa, perlindungan pertanian dilaksanakan dengan sistem pengelolaan hama terpadu, serta penanganan dampak perubahan iklim dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, petani, pelaku usaha dan masyarakat.
Dalam Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida menjadi alternatif terakhir, apabila cara-cara pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi serangan OPT.
Sektor pertanian memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bangka Tengah. Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah petani dan pekebun.
Tanaman lada merupakan salah satu komoditas ekspor tradisional dan merupakan produk tertua dari rempah-rempah yang memiliki peluang strategis dalam agribisnis perkebunan.
Untuk mempertahankan kedudukan lada sebagai komoditas ekspor, upaya antisipatif yang dilakukan dalam agribisnis lada tidak hanya berhenti pada peningkatan produksi dan produktivitas melainkan lebih difokuskan pada perbaikan teknologi budidaya dan mutu lada yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan. Akibat serangan OPT, diperkirakan produksi menurun sekitar 30% – 40%. Selain menurunkan produksi, juga menurunkan kualitas produksi sehingga mempengaruhi harga produk menjadi rendah.
Hal tersebut akan berdampak pada menurunnya pendapatan petani, yang berpotensi mengakibatkan kerugian cukup besar bagi petani. Jenis OPT utama yang masih menjadi ancaman dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman lada yaitu : Penggerek Batang/Cabang (Lophobaris sp.), Busuk Pangkal Batang (Phytophthora capsici), Penyakit Kuning (Meloidogyne incognita dan Radopholus similis), jamur pirang (Septobasidium sp.), Penyakit Keriting (Pipper yellow mottle Virus/PYMoV dan Cucumber mosaic virus/CMV).
Hal ini mengakibatkan perlunya penanggulangan akan adanya serangan OPT karena perkembangan serangan OPT yang tidak dapat dikendalikan, akan berdampak kepada timbulnya masalah-masalah lain yang bersifat sosial, ekonomi, dan ekologi.
Dewasa ini banyak petani yang masih menganggap pestisida kimia adalah satu-satunya solusi untuk melindungi tanaman dari serangan OPT, padahal penggunaan pestisida kimia memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Pestisida kimia jika digunakan secara terus menerus dan tidak terkendali dapat menyebabkan resistensi hama terhadap suatu bahan aktif pestisida.
Lebih parahnya lagi, aplikasi pestisida kimia dapat menimbulkan resurjensi hama, yaitu peledakan atau peningkatan populasi hama secara cepat. Untuk menyelamatkan manusia dan lingkungan dari efek negatif pestisida kimia maka diperlukan sebuah konsep pengendalian hama yang sehat dan ramah lingkungan yang dikenal sebagai sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsep atau cara berpikir dalam upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan hama dengan menerapkan berbagai teknik pengendalian yang dipadukan dalam satu kesatuan untuk mencegah kerusakan tanaman dan timbulnya kerugian secara ekonomis serta mencegah kerusakan lingkungan dan ekosistem.
Dengan kata lain, Pengendalian Hama Terpadu adalah pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan pendekatan ekologi yang bersifat multi-disiplin untuk mengelola populasi hama dan penyakit dengan menerapkan berbagai teknik pengendalian yang kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan yang ramah lingkungan. Dalam prakteknya, banyak petani yang belum mengenal konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan masih mengandalkan penggunaan pestisida kimia.
Dengan demikian, dalam opini ini akan memberikan upaya sekaligus penerapan terhadap konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara langsung kepada petani / pekebun agar bisa diterapkan dan bermanfaat bagi petani dan masyarakat pada umumnya.
Menurut FAO (1967) : PHT adalah suatu sistem pengelolaan populasi hama yang mengutamakan semua teknik yang sesuai dalam cara yang kompatibel untuk mengurangi populasi hama dan mempertahankannya pada tingkat di bawah Ambang Ekonomi.
Sedanhgkan Menurut K. Untung (1992) : PHT adalah suatu cara pendekatan/ filsafah pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan Ekologi dan Efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang bertanggung jawab. Dalam Strategi PHT cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang berdasarkan pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan melalui Pre-emtif dasar : pengalaman sebelumnya dan Responsif dasar : keadaan OPT di lapangan.
Dalam Konsep dasar PHT (Meity S. Sinaga, IPB) Mengembangkan proses pengambilan keputusan (strategi, taktis, operasional) agar pertanaman yang diusahakan dapat menghasilkan produksi yang tinggi dan berkelanjutan, dengan biaya produksi yang rendah, resiko minimum (produsen, konsumen dan lingkungan) pada saat budidaya berlangsung (jangka pendek) maupun setelah panen (jangka panjang).
Salah satu kebijakan mendukung upaya tersebut dilakukan melalui Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Sampai dengan saat ini banyak masyarakat yang belum mengenal prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pekebun masih banyak menggunakan cara instan dengan menggunakan pestisida kimiawi yang tanpa disadari bisa merusak lingkungan maupun kesehatan manusia itu sendiri.
Dari isu tersebut, kurangnya pengetahuan pekebun mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan menerapkan prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) berupaya memberikan gagasan pemecahan isu dengan harapan akan memberikan kontribusi pada keberlanjutan Produktivitas tanaman lada.
Namun jika isu tersebut tidak segera dipecahkan maka akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : Pekebun tidak mengetahui tentang penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara langsung di lapangan, Pekebun akan terus menggunakan pestisida kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia , terjadinya resistensi OPT terhadap suatu jenis pestisida tertentu, dan resurgensi (peledakan) hama dalam jumlah banyak dan matinya musuh alami, hingga pekebun gagal panen.
Strategi atau gagasan penyelesaian pemecahan isu diatas yaitu dengan melaksanakan kegiatan dengan tahapannya yakni Melaksanakan diskusi pada Dinas terkait terhadap program dan kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan tentang Pengendalian Hama Terpadu (PHT) tanaman lada, Melaksanakan koordinasi yang intensif dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan Gapoktan maupun Poktan berkaitan dengan data produksi dan jumlah pekebun lada, Melaksanakan sosialisasi secara masif tentang Pengendalian Hama Terpadu (PHT) tanaman lada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan Gapoktan maupun Poktan, Melaksanakan praktek langsung Pembuatan Metabolit Sekunder (MS) jamur dan RPTT (Rizobacteri Pemacu Tumbuh Tanaman) sebagai agens hayati pengendalian hama terpadu serta melaksanakan Pengamatan dan aplikasi Metabolit Sekunder (MS) / Rizobacteri Pemacu Tumbuh Tanaman (RPTT) di kebun petani secara periodik.
Selain itu juga dapat dilakukan pengaplikasian kapur, kompos, tricodherma dapat mengendalikan penyakit busuk pangkal batang, penggunaan ajir hidup, penggunaan tanaman penutup tanah seperti arachis phintoi, Aplikasi ZPT dan Pestisida Nabati, Pemilihan benih unggul bersertifikat, Pengaturan jarak tanam, Penguatan kelompok tani serta Komunikasi yang efektif antara pekebun dan Penyuluh Pertanian Lapangan.
Pendekatan ekologis secara luas untuk pengelolaan populasi/ serangan opt dengan mengkombinasikan beragam teknik pengendalian yang kompatibel, sehingga kerusakan ekonomi dapat terhindarkan dan akibat-akibat yang merugikan dapat diminimalkan dengan teknik pengendalian opt yang ramah lingkungan dengan menggunakan strategi pencegahan jangka panjang dan penyeimbangan lingkungan. Penggunaan pestisida kimiawi secara terus-menerus dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, terjadinya ledakan hama dan matinya musuh alami, serta dapat membahayakan kesehatan bagi para petani itu sendiri.
Penulis: Demsi Apriadi, S.P
Mahasiswa Program Studi Ilmu Pertanian Universitas Bangka Belitung.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Bangka Tengah.