PANGKALPINANG, SEPUTARINDONESIA – Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dianugerahi kekayaan alam di sektor pertambangan. Namun demikian, terdapat permasalahan yang kerap timbul setelahnya yaitu berkenaan dengan lahan pasca tambang, seperti sengketa antara pemilik lahan atau pemilik IUP (Izin Usaha Pertambangan) dengan pemerintah daerah. Guna mengurai permasalahan ini, dibentuklah Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).
Gugus tugas bentukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Petanahan Nasional (ATR/BPN) dianggap penting kehadirannya oleh Gubernur Babel Erzaldi Rosman. Sebab, dengan adanya gugus tugas yang tergabung dari berbagai _stakeholder_ seperti Kantor Wilayah BPN Babel, kepolisian, kejaksaan, dan TNI, akan memperjelas aturan-aturan terhadap status dan pemanfaatan lahan eks tambang ke depannya.
“Permasalahan pertanahan di Kepulauan Bangka Belitung, khususnya di area eks pertambangan ini kalau kita tidak mulai, kita akan menambah kekusutan yang ada. Jadi, saya menyambut baik dan apresiasi Kementerian ATR/BPN untuk membangun sinergitas, dan berkolaborasi bersama-sama dalam bentuk Satgas Reforma Agraria ini,” ujarnya, Selasa (19/4/2022).
Beberapa permasalahan lahan tambang pun dibeberkan Gubernur Erzaldi pada rapat koordinasi (rakor) di Hotel Novotel Bangka, yang juga dihadiri oleh Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra secara virtual hari ini. Kasus nyata yang sering dijumpai ketika eks tambang yang tadinya memiliki sertifikat, kemudian karena dilakukan aktivitas pertambangan secara masif, akhirnya berubah menjadi kolong. Sedangkan dalam undang-undang, dijelaskan Gubernur Erzaldi, bumi, air dan kekayaan alam dan kandungan di dalamnya dikuasai dan diatur oleh negara.
“Tetapi ketika kolong menyebabkan banjir, tentunya pemerintah daerah harus menata. Ketika pemda ingin memanfaatkan kolong tersebut, pemda harus berhadapan dengan pemilik seritifikat, dan ketika kita ingin memanfaatkan kolong tersebut, oleh pemiliknya diminta untuk membebaskan lahan. Kira-kira, bagaimana tanggapan tim anggaran? Maka harus ada keputusan sebagai _guidance_ dari ATR/BPN. Lahan eks tambang ini memang harus kita buat semacam aturan,” katanya.
Jika dalam rakor tersebut menemui hasil yang diharapkan, Gubernur Erzaldi meyakini permasalahan lahan eks tambang di Babel akan segera terselesaikan. Ia melihat jika lahan eks tambang bukanlah lahan mati, namun masih dapat dikelola dengan baik asalkan disertai dengan aturan-aturan yang dapat melegalkan kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Untuk itu, gubernur berharap Gugus Tugas Reforma Agraria dapat menjalin kolaborasi juga di tingkat pusat seperti Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pariwisata, dan Kementerian Pertanian dan Perkebunan.
“Banyak hal yang bisa dilakukan di lahan eks tambang ini. Pertanian, perikanan tambak udang, termasuk pariwisata. Banyak sekali pariwisata yang tumbuh di atas lahan eks tambang, yang sampai sekarang tidak bisa optimal pengelolaannya karena terbentur oleh undang-undang pertanahan dan undang-undang pertambangan,” katanya.
Gugus Tugas Reforma Agraria juga menurut Gubernur Erzaldi, harus mampu mencarikan beberapa kasus yang tidak hanya terfokus pada satu permasalahan saja, tetapi juga mencakup pada permasalahan yang lebih kompleks untuk diselesaikan, baik itu lahan eks tambang Koba Tin, lahan eks IUP PT Timah, tambang ilegal PIP (Ponton Isap Produksi), dan permasalahan lainnya.
“Pesan saya untuk Gugus Tugas Reforma Agraria, ini harus dimulai! Kenapa harus dimulai? agar kusut ini bisa kita urai satu persatu. Tetapi kalau kita tidak mulai, selamanya kita rapat terus, rapat terus. Kalau yang ringan-ringan saja tidak ada tantangannya, sebisa mungkin cari permasalahan yang berbeda-beda,” katanya.(*)