PANGKALPINANG, SEPUTARINDONESIA- Sebagai aparat penegak hukum, Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalpinang Jefferdian menyebut, adanya Restorative Justice (RJ) menjadikan terobosan yang membuat hatinya semakin “hidup” dalam menyelesaikan hukum pidana melalui cara perdamaian.
“Adanya skema yang merupakan implementasi nilai luhur Pancasila ini mambuat hati berasa semakin hidup karena tidak semua perkara harus dibawa ke pengadilan,” ujarnya.
Penerapan keadilan restoratif ini merupakan alternatif terbaik bagi masyarakat yang melakukan tindak pidana ringan dengan nilai kerugian yang kecil.
“Misalkan kerugiannya kecil, kemudian mereka ikut sidang, ngantri lama, mengeluarkan ongkos segala macem, padahal kerugiannya tidak seberapa. RJ ini merupakan alternatif terbaik untuk kasus-kasus yang mohon maaf, dengan nilai kecil tersebut, ” ucapnya.
Jefferdian menuturkan, penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif ini tidak serta merta menjadikan segala kasus diselesaikan dengan cara tersebut.
Banyak pihak yang dilibatkan dalam menentukan kelayakan penyelesaian perkara berdasarkan restorative justice. Berdasarkan Peraturan Kejaksaan nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian tuntutan berdasarkan keadilan Resorative Justice, penghentian tuntutan tindak pidana harus memenuhi juga persetujuan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI. Selain itu, tindak pidana ringan yang dilakukan dengan kerugian kecil dan bisa mengembalikan kerugian korban.
“Semua kita lihat dan pantau kasusnya. Kemudian tim turun, intelegen turun, dan seluruh stakeholder
turun melihat apakah orang ini layak atau tidak, kemudian melihat juga hasil penyidikan polisi. Ini sangat selktif dan ketat. Panjang prosesnya dan pasti harus melalui persetujuan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), ” ujarnya.
Sementara Wali Kota Pangkalpinang Maulan Aklil (Molen) sangat mendukung penerapan restorative justice di Kota Beribu Senyuman.
Sebelumnya, belum lama ini Pemkot Pangkalpinang bersama Kejari telah meresmikan Balai Perdamaian Restoretive Justice yang bertempat di Kelurahan Tua Tunu.
“Sebagai masyarakat Pangkalpinang tentu menerima ini dengan senang hati karena realistis saja bahwa tanpa sumber daya yang besar saya mendapatkan ini gratis. Besar imbasnya bagi masyarakat kami, ” sebut Molen.
Dia menyebut hadirnya balai perdamaian ini merupakan sebuah inovasi yang akan menjadi budaya lokal bagi masyarakat untuk selalu menerapkan budaya-budaya luhur dan hukum adat dalam penyelesaian masalah.
“Secara hukum tidak salah. Ini dinamakan inovasi dan ditambah dengan komitmen untuk melaksanakan itu. Saya mewakili masyarakat berterima kasih dengan adanya balai ini, ” ungkapnya.
Ke depan dengan adanya balai RJ yang merupakan inovasi baru tersebut, dirinya berencana membuat kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi nantinya.
Molen meyakini hadirnya balai perdamaian pertama di Kelurahan Tua Tunu dapat memberikan dampak yang bagus bagi masyarakat serta dapat menjadi cikal bakal pendirian balai perdamaian lainnya. (Red)